PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN BAGI UMKM
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN BAGI UMKM
Usaha
Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan kelompok usaha berskala kecil yang
dijalankan oleh perorangan atau badan. Pengelompokan UMKM dapat didasari oleh
jumlah karyawan, kepemilikan aset, ataupun total omzet dalam satu tahun. Sampai
saat ini, UMKM masih mendominasi perekonomian Indonesia.
Menurut
Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah UMKM di Indonesia sudah lebih dari 64 juta
dan mampu menyerap 117 juta tenaga kerja. Selain itu, kontribusinya terhadap
PDB juga sangat besar, mencapai 61,1%.
Namun,
hal ini tidak sebanding dengan penerimaan pajak dari sektor UMKM yang masih
rendah. Dari total penerimaan pajak sebesar Rp1.500 triliun pada tahun 2018,
sektor UMKM hanya menyumbang sekitar Rp5,7 triliun.
Beberapa
langkah strategis telah pemerintah lakukan. Beberapa tahun lalu, pemerintah
mengeluarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan
Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu. Peraturan tersebut salah satunya mengatur tentang penerapan PPh
Final yang merupakan bagian dari rezim presumtive tax.
PPh
Final merupakan cara penghitungan pajak terutang dengan menggunakan peredaran
bruto sebagai Dasar Pengenaan Pajak. Tarif yang ditentukan adalah sebesar 1%
dan berlaku untuk UMKM yang jumlah peredaran bruto selama satu tahun tidak
melebihi Rp4,8 miliar rupiah.
Ketentuan
ini diterapkan demi mewujudkan sistem perpajakan yang mudah dan sederhana.
Sebab, salah satu kendala UMKM dalam memenuhi kewajiban perpajakannya adalah
tidak mampu melakukan pembukuan dengan baik sehingga tidak bisa mengetahui
penghasilan neto yang diperoleh (Darussalam, dkk., 2019). Dengan PPh Final ini,
pelaku UMKM dapat dengan mudah menentukan besaran pajak yang terutang.
Upaya
untuk mengoptimalkan sistem perpajakan di Indonesia terus dilakukan. Pada tahun
2018, pemerintah menerbitkan PP Nomor 23 tahun 2018 sebagai pengganti PP Nomor
46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang
Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Setidaknya
terdapat 2 perubahan yang dilakukan, yaitu penurunan tarif PPh Final dan
pembatasan waktu berlakunya ketentuan ini. Dalam beleid ini, tarif PPh Final
turun menjadi 0,5%. Tentunya ini menjadi angin segar bagi para pelaku UMKM.
Pajak yang terutang akan semakin kecil sehingga laba yang diperoleh dapat
digunakan untuk mengembangkan usaha.
Selain
itu, pemerintah juga memberikan batasan waktu bagi UMKM yang ingin memanfaatkan
kesempatan ini. Waktu yang diberikan adalah selama 7 tahun untuk UMKM orang
pribadi, 4 tahun untuk UMKM berbentuk CV dan Firma, dan 3 tahun untuk UMKM
berbentuk PT. Pembatasan waktu ini dilakukan agar UMKM dapat mempersiapkan
sistem pembukuan yang baik.
Perhatian
pemerintah kepada UMKM dalam menerapkan sistem perpajakan dibuktikan lagi
dengan terbitnya UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
(UU HPP). Upaya untuk memulihkan ekonomi dari sektor UMKM tentunya menjadi
salah satu alasan utama adanya ketentuan ini.
Sebelum
adanya ketentuan ini, UMKM diberikan pilihan dalam membayar pajak
penghasilannya dengan menggunakan perhitungan normal atau menggunakan PPh Final
dengan tarif 0,5% dari peredaran bruto. Ketentuan tentang batasan omzet yang
tidak dikenai PPh Final juga tidak diatur sehingga UMKM yang memiliki
penghasilan 10 juta per bulan pun harus membayar pajak.
Dengan
ketentuan yang baru, UMKM yang peredaran brutonya dibawah Rp500 juta tidak akan
dikenakan pajak, dan yang peredaran brutonya melebihi Rp500 juta akan dikenakan
pajak dengan besaran yang lebih kecil.
Sebagai
contoh, jika PT A memiliki omzet sebesar Rp800.000.000 per tahun, maka tarif
PPh Final sebesar 0,5% akan dikalikan dengan Rp300.000.000 (Rp800.000.000 –
Rp500.000.000). Dengan mekanisme seperti ini, pajak yang dibayarkan akan lebih
rendah dari sebelumnya.
Dalam
situasi pandemi seperti ini, kebijakan pembebasan pajak bagi UMKM
berpenghasilan di bawah Rp500 juta dirasa sudah sangat tepat. Pelaku UMKM
berpenghasilan rendah tidak akan lagi terbebani pajak. Mereka bisa mengggunakan
penghasilannya untuk bertahan dalam situasi sulit dan terus berupaya
mengembangkan usahanya.
Ilham Jamaludin
Komentar
Posting Komentar